Awas! Ga Sadar, Karena Merana.

Merana,,, Kini Aku Merana… Adakah dari kalian yang pernah mendengar lagu ini? Dalam masa pandemi seperti saat ini, banyak orang bergumul secara emosional dalam jangka panjang. Terlebih lagi perasaan takut dan sedih yang terbawa akibat ketidaksiapan yang melanda beberapa dari kita sejak awal pandemi. Banyak dari kita mungkin mengembangkan rutinitas-rutinitas untuk bisa meredakan rasa takut akibat ketidakpastian kapan pandemi ini akan berakhir atau aktivitas kebiasaan baru yang mungkin berpengaruh dalam kelangsungan hidup kita, dan secara tidak sadar kita sebenarnya merasa merana.

Dalam Ilmu Psikologi, kita sering berfikir bahwa kesehatan mental ada dalam spektrum antara depresi (depression) dan berkembang (flourishing). Berkembang merupakan puncak dari kesejahteraan: Dimana kamu memiliki rasa makna yang kuat, penguasaan, dan berharga bagi orang lain. Depresi adalah lembah dari penyakit: Dimana kamu merasa putus asa, terkuras tenaga dan tidak berharga. Sedangkan merana sendiri berada diantara spektrum kesehatan mental yang sering terabaikan. Kata Merana berdasarkan KBBI poin ke tiga memiliki arti “selalu menderita sedih”. Jika dalam terjemahan Bahasa Inggris “Languishing”, artinya pengalaman perasaan yang tidak mengalir dan kosong.

via GIPHY

Merana Yang Tidak Mengalir dan Kosong

Perasaan merana yang kali ini mau aku bahas adalah perasaan yang tidak mengalir dan kosong. Ketika kamu merasa merana, kamu tidak memiliki gejala-gejala memiliki penyakit mental juga tidak berada dalam kondisi mental sehat. Ketika kamu merasa merana, dalam kehidupan kamu tidak berfungsi secara penuh. Seperti menurunnya motivasi, daya fokus yang sering terdistraksi, konsentrasi berkurang dan akan memunculkan berbagai macam alasan untuk mengurangi lebih banyak pekerjaan.

Apakah hal ini bisa dikatakan sebagai salah satu penyakit mental? Tidak, hanya saja hal yang lebih berbahaya dari perasaan merana ini, ketika kamu mungkin tidak menyadari secara perlahan kegembiraan dan gairah kamu sedikit demi sedikit berkurang, bahkan menggiring ke dalam kesendirian, serta tidak bisa melihat penderitaan diri sendiri. Nampak seperti lebih umum daripada depresi berat dan dalam beberapa hal mungkin menjadi faktor risiko yang lebih besar untuk penyakit mental Jika bahkan kamu tidak mencoba untuk mencari bantuan dan terlalu acuh tak acuh membantu diri sendiri.

Seorang sosiolog Corey Keyes melakukan penelitian menunjukkan bahwa orang yang paling mungkin mengalami depresi berat dan gangguan kecemasan dalam dekade berikutnya bukanlah orang yang mengalami gejala tersebut saat ini. Mereka adalah orang-orang yang sedang merana sekarang. Dan bukti baru dari petugas perawatan kesehatan pandemi di Italia menunjukkan bahwa mereka yang mendekam di musim semi tahun 2020 tiga kali lebih mungkin didiagnosis dengan gangguan stres pasca-trauma dibandingkan rekan-rekan mereka.

Apa yang perlu kita lakukan supaya tidak larut dalam Merana?

Tidak apa-apa kita merasa merana. Komunikasikan dan Suarakan.

Berani bagikan dan suarakan

Seiring berjalannya waktu masih dilakukan penelitian terkait penyebab dan cara penyembuhan untuk kondisi merana ini. Salah satu strategy yang digunakan oleh para ahli psikologi untuk dapat mengatur dan mengendalikan emosi kita adalah dengan berani untuk mengatakan dan membagikannya. Semakin kita mengutarakan apa yang kita rasakan dan menambahkan kata merana dalam kosakata kita, akan memberikan dampak bahwa perasaan merana adalah umum dan dapat dibagi dengan siapapun sehingga dapat membantu mengingatkan kita bahwa kita tidak sendirian.

Contoh: Jika seseorang bertanya “Apa Kabar?” kita dengan berani mau untuk menyampaikan “Saat ini, aku sedang merana.”

Ambil tantangan kecil

Perasaan tidak mengalir dan terasa kosong membuat kita sedikit demi sedikit kehilangan fokus, dan konsentrasi. Untuk itu perlu untuk mengambil sebuah kegiatan tantangan kecil yang dapat mempertajam konsentrasi dan fokus kita serta membaut kita kembali antusias. Misal dengan bermain puzzle, merakit gundam, mengerjakan project, mengerjakan soal matematika yang sulit, atau jika kamu menyukai kegiatan fisik kamu bisa memulai dengan tantangan lompat tali 50 kali.

Terapkan waktu khusus tidak boleh diganggu

menetapkan waktu khusus tidak boleh diganggu, tidak melulu tentang menyelesaikan tugas. Bisa saja dengan mengambil waktu melakukan hal-hal yang kita senangi seperti menonton Netflix, merawat diri, membaca buku, atau sekedar waktu khusus berselancar di media sosial.

ingatlah, apapun yang kamu rasakan itu penting! Jangan kamu pendam. Ceritakan pada seseorang yang kamu percaya. Walaupun tidak bisa menyelesaikan semua masalah, setidaknya berbagi bisa mengurangi beban yang kamu rasakan. 

Samapai jumpa di next insight selanjutnya. 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *