Growth Mindset Penentu Sikap, Benarkah?

Hasil dari Sharing Session

Growth Mindset Penentu Sikap, Benarkah?

by Yolanda Krisnadita

Sharing session ketiga kali ini pembahasannya tentang Growth mindset. Pertama kali yang saya bayangkan soal growth mindset adalah dimana Otak saya menjadi bertambah volumenya dan kepala saya menjadi berat.

Usut punya usut, ternyata yang dinamakan Growth mindset itu adalah istilah yang dikemukakan oleh Profesor Carol Dweck, dengan melakukan penelitian pada anak-anak berusia 10 tahun ketika mereka mengalami tantangan sulit yang belum bisa mereka pecahkan.

Penelitian yang dilakukan oleh Profesor Dweck, menghasilkan beberapa variasi respon yang diberikan pada beberapa anak-anak dimana yang paling menarik adalah ketika anak-anak tersebut memiliki kepercayaan untuk terus mengusahakan dan berkata ‘belum’ untuk menyelesaikannya.

Beberapa insight yang saya dapatkan terkait Growth Mindset ini adalah :

Kemampuan Sangat Bisa Dikembangkan

Hal pertama yang harus disadari pada diri sendiri bahwa kemampuan yang kita miliki saat ini itu tidak ‘STUCK’ kemampuan tersebut sangat mungkin untuk terus dikembangkan dengan atau melalui kemampuan-kemampuan yang mendukung lainnya.

Bisa di bayangkan apabila, ternyata masih belum menyadari hal ini, bisa jadi sedang dalam pola berfikir yang tidak berkembang.

Hati-hati dengan “Tyranny Of Now”

Apatuch?? Tyranny of now merupakan istilah yang digunakan oleh Professor Dweck untuk menggambarkan orang-orang yang tidak memiliki Growth Mindset.

Kalo saya coba mengartikan Tyranny Of Now itu seperti terjebak atau dicengkram dalam situasi saat ini saja. Ciri-ciri ketika masuk dalam jebakan ini adalah lari dari masalah, sering sekali menyalahkan situasi, Sering menganggap apa yang terjadi saat ini dalam kehidupannya adalah sebuah bencana tragedi.

Ikut Terlibat

Dalam situasi yang menantang dan sulit akan tetap ikut terlibat dalam situasi tersebut untuk memperkuat dan mengembangkan kemampuan yang dimiliki.

Menghargai proses

Proses menentukan hasil. Hanya saja yang terjadi masih banyak yang hanya menghargai hasil dari pada proses. Profesor Dweck menyarankan untuk memberikan pujian secara bijak dengan mememberikan pujian pada saat proses yakni pada effort yang diberikan, pemikiran, strategi, keterlibatan, fokus yang diberikan serta perbaikan yang dilakukan.

Ubah Arti dari “Upaya dan Kesulitan”

mengubah arti upaya dan kesulitan menjadi makna “Ayo bantu neuro otak menjadi lebih baik dan membuat semakin pintar”

Kenapa? saat kita mengalami kesulitan, neuro pada otak kita akan bekerja membuat dan memperbaiki hubungan antar neuro, dengan saling banyaknya neuro yang terhubung maka akan membuat kita semakin pintar.

Jadi, itulah daftar insight terkait Growth Mindset, bagaimana menurut kamu, Apakah Growth mindset menjadi penentu sikap??

 

 

 

8 Comments

  • Sonia Cynthia

    Koentji dari growth mindset sharing kmrn adalah “menghargai proses drpd hasil” itu benar skali mbak krna kebanyakan org skrg lbh memandang hasil drpd proses yg berlangsung, pdhl hasil tidak akan ada jika tanpa proses?

      • Sonia Cynthia

        kalau menurutku bisa menentukan mbak karna dalam berproses utk mencapai hasil itu tadi pasti banyak hal yg dilalui dan menentukan sikap kita juga

    • Syahrul Munir

      Mungkin masih baru-baru ini aku tau rasanya dan maksud dari “Fokus Proses” daripada hasil. Realizenya waktu kemarin ikut course Designlab.

      Terkait pernyataan; Sonia “kebanyakan org skrg lbh memandang hasil drpd proses”; dan Mbak Yolan “memberikan pujian secara bijak”; ini sepertinya didapat dari didikan sejak kecil gaes.

      Dapat contoh dari buku Filosofi Teras ketika bahas Parenting, yang sempat menyinggung tentang Growth Mindset & Fix Mindset.

      Pernyataanya kurang lebih kayak gini:

      ===
      Ketika seorang anak dapat nilai bagus, kemudian orang tua memberikan respon pujian “Wah kamu dapat nilai 100 nak, KAMU PINTER DEH!”

      Anak menerima hasil 100, tidak peduli dapat dari mana. Entah memang dari usaha dan kerja keras si anak, atau dia cuma nyontek. Kedepannya si anak akan berusaha selalu meyakinkan dirinya bahwa dia pinter. Jika dia gagal, maka otomatis dia bodo.

      Ini contoh ajaran Fixed Mindset yang tidak disadari, karena jika kondisinya sebaliknya maka pernyataannya jadi ngeri.

      Ketika seorang anak dapat nilai jelek, kemudian orang tua memberikan respon “Wah nilai kamu jelek cuma dapat 60, KAMU BODO DEH!” alias GAGAL

      Itu jika orang tua cuma memandang hasil, tidak mempertimbangkan proses yang dialami anak.

      ===
      Terus, bagaimana dengan respon yang mengarah ke GROWTH MINDSET?

      Ketika seorang anak dapat nilai bagus, maka orang tua dapat memberikan respon pujian “Wah nilai kamu 100 nak, KAMU PASTI BELAJAR DENGAN TEKUN!”

      Terasa bedanya? Nah, jadi sekarang tahu dong gimana harus mengatribusikan sebuah pujian..

      ===

      Penutup

      Waktu ikut course. Ketika merasa tugas yang aku kumpulkan belum bener/selesai (aku jadi tau masih Fixed Mindet karena takut salah), ternyata tutorku bilangnya cuman “Gak ada yang langsung jadi sempurna, pasti bakal ada yang bisa dikembangkan. Mulai dari hal yang paling sederhana saja.”

      Ashiaaap..!

      Kurang lebih seperti itu yang aku dapatkan di Course Designlab selain materi UX-nya sendiri. Beda sekali cara gurunya ngajar dengan kebanyakan pengajar di Indonesia gaes.

      Jadi ingat sebuah asumsi dasar dalam NLP, “Tidak ada yang namanya gagal, yang ada hanya Feedback” untuk mencari lain cara lain agar berhasil!

      Thanks!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *